Pengumuman

Berita Fakultas

Berita Prodi

Join Us

Hand-Picked/Weekly News

The Most/Recent Articles

KEGIATAN PBI 2025

“Penguatan Digital Skill untuk Menghadapi Persaingan di Masa Depan”

Halo Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Narotama 👋🏻

Saatnya mempersiapkan diri menghadapi era digital yang semakin kompetitif!
Fakultas Ilmu Komputer dengan bangga membuka pendaftaran Pengkaderan Bidang Ilmu (PBI) 2025 dengan tema:

“Penguatan Digital Skill untuk Menghadapi Persaingan di Masa Depan.”

Kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk membangun karakter, memperkuat kompetensi digital, dan menumbuhkan semangat profesionalisme bagi seluruh mahasiswa.

🧭 Siapa yang Wajib Mengikuti?

Seluruh mahasiswa Angkatan 2025 dari program studi:

  • Sistem Informasi
  • Sistem Komputer
  • Teknik Informatika
    serta angkatan sebelumnya yang belum mengikuti PBI.

🗓️ Jadwal Penting

  • Periode Pendaftaran: 31 Oktober – 5 November 2025
  • Technical Meeting: 7 November 2025 (Online via Zoom Meeting)
  • Pelaksanaan Kegiatan: 15–16 November 2025 (Offline di Universitas Narotama)

📝 Pendaftaran

Daftar sekarang melalui tautan berikut:
👉 forms.gle/4k3S2xXvdF99cWpL6

💳 Biaya Pendaftaran

HTM: Rp 260.000
Pembayaran melalui:
DANA – Rina Nur Aminah (0881-0262-71836)

Setelah melakukan pembayaran, segera lakukan konfirmasi ke:
📩 Rina Nur Aminah: 0881-0262-71836

📞 Kontak Pendaftaran

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
📱 Fitri: 0856-0723-0947

Pendaftaran Ditutup pada 5 November 2025!

Jangan lewatkan kesempatan ini untuk membangun potensi dan menjadi bagian dari generasi profesional masa depan.
Mari wujudkan semangat inovatif dan kesiapan menghadapi dunia digital melalui PBI 2025!


Perusahaan Bernilai $30 Miliar yang Dikelola oleh 30 Orang

Telegram: Perusahaan Bernilai $30 Miliar yang Dikelola oleh 30 Orang

Bayangkan sebuah perusahaan bernilai lebih dari 30 miliar dolar AS, melayani hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia, namun dijalankan oleh tim kecil yang tidak sampai satu bus.
Tidak punya kantor tetap, tidak ada struktur manajerial kompleks, dan bekerja sepenuhnya jarak jauh.
Itulah Telegram, salah satu perusahaan teknologi paling misterius dan efisien di dunia.

Dari VKontakte ke Telegram

Kisah Telegram bermula pada 2013, ketika Pavel Durov, pendiri jejaring sosial VKontakte (VK), hengkang dari Rusia setelah berselisih dengan pemerintah mengenai kebebasan data pengguna.
Bersama saudaranya, Nikolai Durov, ia meluncurkan Telegram dengan visi menciptakan platform perpesanan yang aman, cepat, dan bebas sensor — sebuah perlawanan terhadap sentralisasi kendali digital oleh pemerintah dan korporasi besar[1].

Dalam waktu singkat, Telegram tumbuh menjadi simbol kebebasan berkomunikasi global, menarik pengguna dari berbagai negara yang menginginkan privasi sejati.

Struktur Organisasi yang “Anti-Korporat”

Telegram dioperasikan dengan cara yang nyaris bertolak belakang dari perusahaan teknologi raksasa lainnya.
Menurut laporan Times of India dan ChainCatcher, tim Telegram hanya terdiri dari 30–50 orang, dengan sekitar 30 insinyur inti yang direkrut melalui kompetisi pemrograman, bukan wawancara formal[2][3].

Tidak ada HR, tidak ada manajer proyek konvensional, dan tidak ada kantor pusat.
Semua tim bekerja secara remote di berbagai negara, dengan tanggung jawab yang sepenuhnya berbasis kepercayaan dan hasil.

Struktur Telegram berdiri di atas tiga prinsip utama yang sering diulang oleh Durov:

  1. Kepercayaan, bukan pengawasan.
  2. Otomatisasi, bukan birokrasi.
  3. Kualitas individu, bukan ukuran organisasi.

Teknologi yang Menopang Satu Miliar Pengguna

Telegram menangani ratusan juta hingga miliaran pesan setiap hari, meski angka resmi tidak pernah dipublikasikan.
Dengan infrastruktur pusat data terdistribusi di berbagai wilayah, Telegram mampu menjaga kecepatan dan privasi tinggi, bahkan saat meluncurkan fitur-fitur besar seperti:

  • Channel (saluran publik) untuk siaran global,
  • Stories,
  • Telegram Premium, dan
  • Integrasi dengan cryptocurrency melalui TON Blockchain.

Model kerja Telegram sangat bergantung pada otomatisasi dan infrastruktur modular, memungkinkan tim kecil untuk menangani skala global tanpa kehilangan efisiensi.

Valuasi dan Skala yang Sulit Dipercaya

Pada 2024, Telegram dilaporkan memiliki lebih dari 900 juta pengguna aktif bulanan[4], dan valuasinya disebut mencapai lebih dari 30 miliar dolar AS[5].
Pavel Durov bahkan menyatakan bahwa Telegram kini menghasilkan ratusan juta dolar per tahun dan menargetkan profitabilitas penuh pada 2025[6].

Menariknya, hingga kini Telegram masih mempertahankan prinsip tanpa iklan invasif. Monetisasi dilakukan melalui langganan Premium dan sistem iklan ringan yang hanya tampil di saluran publik besar, tanpa melacak perilaku pengguna.

Paradoks Efisiensi

Telegram adalah paradoks di era digital:
sebuah perusahaan dengan tim kecil, biaya operasional minim, namun memiliki pengaruh global yang menyaingi raksasa seperti Meta atau Google.

Dalam dunia startup yang sering mengukur kesuksesan dari jumlah karyawan atau dana investasi, Telegram justru membuktikan bahwa visi yang jelas, kepercayaan penuh, dan struktur minimalis bisa menciptakan kekuatan luar biasa.

Telegram bukan sekadar aplikasi pesan, melainkan eksperimen sosial dan teknologi yang menantang cara kita memandang organisasi modern.

Kesimpulan

Dari apartemen sederhana tempat Pavel Durov merancang konsep awalnya, Telegram kini telah menjadi jaringan komunikasi global yang digunakan oleh seperdelapan populasi dunia.
Ia membuktikan bahwa masa depan bisnis digital mungkin tidak bergantung pada jumlah pegawai, melainkan pada otonomi, efisiensi, dan ide besar yang dipegang teguh.

Di tengah hiruk pikuk dunia startup yang penuh hirarki dan birokrasi, Telegram berdiri sebagai pengecualian langka:
perusahaan tanpa kantor, tanpa batas, dan tanpa kompromi terhadap prinsip.

Referensi

[1]: “How Telegram built a $30 billion empire with just 30 employees”Times of India, Maret 2024.
https://timesofindia.indiatimes.com/technology/tech-news/how-telegram-built-a-30-billion-empire-with-just-30-employees/articleshow/120307378.cms

[2]: ChainCatcher Report: Inside Telegram’s minimalist engineering team (2024).
https://www.chaincatcher.com/en/article/2141062

[3]: Interview: Pavel Durov on Telegram’s future profitabilityPressam.com, Maret 2024.
https://pressam.com/2024/03/11/telegram-surpasses-900-million-active-users-as-founder-anticipates-profitability-this-year-says-pavel-durov-in-exclusive-interview/

[4]: Pivot.uz — Telegram surpasses 1 billion users, April 2024.
https://pivot.uz/telegram-surpasses-1-billion-active-users-pavel-durov/

[5]: ITC.ua — Telegram valued at over $30 billion, 2024.
https://itc.ua/en/news/telegram-has-900-million-users-earns-hundreds-of-millions-of-dollars-and-is-valued-at-over-30-billion-pavel-durov/

[6]: Forbes Europe Interview with Pavel Durov (2024).
https://www.forbes.com/europe/telegram-founder-interview

Tag: #Telegram #PavelDurov #StartupCulture #RemoteWork #TechLeadership #DigitalFreedom #FBLifestyle

Telegram app logo is seen in this illustration taken, August 27, 2024. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Ini Pertanyaan Interview Kerja Paling Sering Ditanyakan

Panduan Singkat untuk Sarjana Komputer

Kamu baru lulus dari jurusan Teknik Informatika, Sistem Informasi, atau Ilmu Komputer?
Mungkin sekarang kamu sedang bersiap menghadapi dunia kerja — mulai dari update CV, kirim lamaran, sampai tahap paling menegangkan: interview.

Sesi wawancara bukan hanya menguji kemampuan teknis seperti coding atau analisis sistem, tetapi juga cara berpikir, komunikasi, dan kepribadian profesional.
Agar lebih siap, yuk pahami 5 kategori utama pertanyaan interview yang paling sering ditanyakan oleh HR dan user di dunia IT.

1. Pertanyaan Tentang Diri dan Pengalaman

Ini biasanya pembuka interview. HR ingin mengenal siapa kamu — bukan hanya dari IPK atau sertifikat, tapi juga dari cara kamu bercerita tentang pengalamanmu.

Contoh pertanyaan:

  • Ceritakan tentang diri kamu!
  • Apa kelebihan dan kekurangan kamu?
  • Apa pencapaian terbesar kamu selama kuliah atau magang?
  • Tantangan apa yang pernah kamu hadapi dan bagaimana cara mengatasinya?

Tips:
Gunakan contoh konkret dari pengalaman kuliah, magang, atau proyek akhir. Misalnya, jelaskan bagaimana kamu mengembangkan aplikasi berbasis web atau mengelola tim dalam proyek capstone.

2. Pertanyaan Tentang Perusahaan dan Posisi

Di sini, pewawancara ingin tahu apakah kamu benar-benar paham tentang perusahaan dan posisi yang kamu lamar.

Contoh pertanyaan:

  • Apa yang kamu ketahui tentang perusahaan ini?
  • Mengapa kamu tertarik bekerja di posisi ini?
  • Tools atau teknologi apa yang kamu kuasai?
  • Bagaimana kamu menyesuaikan diri di lingkungan kerja baru?

Tips:
Sebelum interview, pelajari produk dan budaya perusahaan. Kalau melamar posisi Software Engineer, sebutkan stack teknologi yang kamu kuasai, misalnya React, Python, Docker, atau Kubernetes. Tunjukkan bahwa kamu update dengan tren industri.

3. Pertanyaan Tentang Gaji dan Motivasi

Pertanyaan ini mengukur seberapa realistis dan terarah tujuan kariermu.

Contoh pertanyaan:

  • Berapa ekspektasi gaji kamu?
  • Apakah kamu terbuka untuk negosiasi gaji?
  • Apa motivasi utama kamu bekerja di bidang IT?
  • Apa tujuan karier kamu dalam 3–5 tahun ke depan?

Tips:
Jawablah dengan rentang gaji wajar sesuai posisi dan lokasi kerja. Tambahkan motivasi yang berbasis pengembangan diri, seperti:

“Saya ingin berkembang di lingkungan teknologi yang agile dan bisa berkontribusi pada solusi digital yang berdampak luas.”

4. Pertanyaan Tentang Sikap dan Nilai Profesional

Bagian ini menilai soft skills: komunikasi, kerja tim, integritas, dan manajemen tekanan.

Contoh pertanyaan:

  • Apa arti profesionalisme bagi kamu?
  • Bagaimana kamu menghadapi bug kritis di tengah deadline?
  • Apa yang kamu lakukan saat menerima kritik dari senior developer?
  • Bagaimana kamu menjaga keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi?

Tips:
Gunakan metode STAR (Situation – Task – Action – Result) untuk menjawab. Misalnya:

“Saat proyek e-commerce saya error di production, saya tetap tenang, menganalisis log, membuat patch, dan men-deploy ulang dalam waktu dua jam.”

Jawaban seperti ini menunjukkan ketenangan dan kemampuan problem-solving yang dibutuhkan di dunia kerja IT.

5. Pertanyaan Penutup dan Komitmen

Bagian akhir interview menilai kesiapan dan keseriusanmu untuk bergabung.

Contoh pertanyaan:

  • Kapan kamu bisa mulai bekerja?
  • Apakah kamu bersedia ditempatkan di luar kota?
  • Apa kontribusi yang ingin kamu berikan?
  • Mengapa kami harus memilih kamu?

Tips:
Jawab dengan percaya diri. Tegaskan bahwa kamu siap belajar teknologi baru dan beradaptasi. Misalnya:

“Saya terbiasa bekerja dengan tim lintas divisi dan selalu ingin meningkatkan kemampuan teknis saya.”

Kesimpulan

Bagi sarjana komputer, interview bukan sekadar menjawab pertanyaan, tapi juga menunjukkan kemampuan berpikir logis, komunikasi, dan profesionalisme.

Gunakan daftar 50 pertanyaan ini sebagai simulasi latihan pribadi atau bahan diskusi dengan teman seangkatan.
Dengan persiapan yang baik, kamu akan lebih siap menjawab pertanyaan HR — bahkan yang paling tidak terduga.

Bonus Rekomendasi

Ingin tahu cara menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan struktur yang meyakinkan?
Cek seri lanjutan: #KitaPahami: Interview Answering Frameworks – panduan praktis menyusun jawaban profesional yang terdengar natural dan berbobot.


Bagikan artikel ini untuk membantu teman-teman sesama lulusan IT mempersiapkan diri menghadapi interview kerja pertama mereka.
#CareerStarter #SarjanaKomputer #InterviewIT #KitaPahami

Tetap Waras di Tempat Kerja yang Toksik

Artikel ini cocok buat kamu Mahasiswa atau Alumni yang sedang bekerja di Organisasi kerja toksik


Meta Data (untuk SEO)

  • Title (H1): Tetap Waras di Tempat Kerja yang Toksik: Seni Menjaga Diri di Dunia Profesional
  • Meta Description: Lingkungan kerja toksik bisa menguras energi dan semangat. Pelajari cara tetap tenang, fokus, dan berintegritas di tengah situasi sulit—khususnya bagi profesional dan alumni bidang teknologi.
  • Keywords: lingkungan kerja toksik, profesional IT, alumni sarjana komputer, workplace wellness, emotional intelligence, karier teknologi, burnout, mental health at work, resiliency in tech

Tetap Waras di Tempat Kerja yang Toksik

Seni Menjaga Diri di Dunia Profesional, Khususnya bagi Alumni Bidang Teknologi

Di dunia kerja modern—terutama di industri teknologi—kita sering diajarkan untuk menjadi resilient, adaptive, dan problem solver. Namun, jarang sekali ada kelas atau pelatihan yang mengajarkan bagaimana bertahan di tempat kerja yang toksik — di mana drama menyebar lebih cepat daripada notifikasi Slack, dan ego kadang lebih tinggi dari uptime server.

Namun jika kamu pernah melewatinya, kamu tahu satu hal:

Tidak semua pelajaran penting datang dari tempat yang ideal.

Saat Kamu Berhenti Bereaksi pada Setiap “Storm”

Tempat kerja toksik sering penuh “badai kecil”: gosip, politik kantor, tekanan tak realistis, atau atasan yang tidak konsisten.
Awalnya, mungkin kamu ingin melawan atau menjelaskan posisi dirimu. Tapi seiring waktu, kamu belajar bahwa tidak semua badai perlu dihadapi dengan emosi.

Kamu mulai berfokus bukan pada mengubah lingkungan, tetapi menjaga ketenangan batin.
Karena pada akhirnya, energi yang kamu habiskan untuk “membuktikan diri” tidak akan memperbaiki sistem — justru bisa menguras semangatmu.

Apa yang Berubah Saat Kamu Sudah “Kebal”

1️⃣ Kamu Lebih Banyak Mengamati, Lebih Sedikit Bereaksi

Kamu tidak lagi terpancing pada komentar negatif. Kamu mulai melihat situasi secara objektif — seperti menganalisis bug di sistem: identifikasi penyebab, bukan menyerang pelaku.

2️⃣ Kamu Tidak Lagi Mengejar Validasi

Pujian dari atasan atau rekan kerja bukan lagi bahan bakar utamamu. Sekarang kamu fokus pada kualitas hasil, bukan popularitas.

3️⃣ Kamu Berhenti Menjelaskan Kemampuanmu

Kamu sadar bahwa kemampuan tidak perlu dijelaskan berulang-ulang. Biarkan hasil kerja, kecepatan menyelesaikan masalah, dan kualitas kode yang berbicara.

Results are the loudest form of communication.

4️⃣ Kamu Mengerti Kekuatan Diam

Di dunia yang bising, diam bisa menjadi strategi. Tidak semua isu perlu ditanggapi, dan tidak semua percakapan butuh kemenangan.

5️⃣ Kamu Menemukan Tenang di Tengah Kekacauan

Meski deadline menumpuk dan proyek berubah arah, kamu mampu tetap fokus dan rasional. Itulah bentuk growth yang sebenarnya — bukan pada skill teknis, tapi pada ketahanan mental.

Pelajaran yang Tak Diajarkan di Kampus

Menariknya, tempat kerja toksik justru bisa menjadi bootcamp pengendalian emosi.
Ia mengajarkanmu bagaimana tetap profesional tanpa kehilangan empati, bagaimana membatasi diri tanpa menjadi apatis.

Kadang, pelajarannya bukan tentang bagaimana keluar,
tapi bagaimana tetap menjadi dirimu sendiri tanpa terkontaminasi energi negatif.

Refleksi untuk Alumni dan Profesional IT

Sebagai alumni sarjana komputer, kamu terbiasa menghadapi sistem yang error, crash, dan butuh debugging.
Namun, di dunia kerja, bug terbesar sering bukan di kode — tapi di manusia dan budaya organisasi.

Gunakan keahlian analitis yang kamu miliki:

  • Debug emosimu sebelum bereaksi.
  • Patch perilaku tanpa perlu system reboot.
  • Dan yang paling penting, jangan biarkan sistem yang toksik mengubah “source code” dirimu.

Penutup: Tenang Adalah Keunggulan Kompetitif

Lingkungan kerja yang toksik bukan akhir perjalananmu, tapi uji stres versi manusia.
Jika kamu mampu tetap tenang, produktif, dan berintegritas di tengahnya, kamu sudah naik kelas — dari sekadar pekerja menjadi profesional yang matang.

Karena pada akhirnya, di dunia yang penuh kebisingan,

ketenangan adalah keunggulan kompetitif yang paling langka.


Pentingnya Memahami Low Level Programming


Backend Developer dan Architect: Pentingnya Memahami Low Level Programming

Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer, kita sering belajar bahasa pemrograman tingkat tinggi seperti JavaScript, Python, atau PHP. Semuanya terasa praktis dan “langsung jalan”. Namun, di balik kenyamanan itu, ada dunia yang jarang kita sentuh — dunia low level programming.
Pertanyaannya: apakah kita perlu memahaminya?

Jawabannya: ya, sangat perlu.
Terutama jika kamu ingin menjadi Backend Developer yang andal atau bahkan Software Architect di masa depan.

1. Mengapa Low Level Penting?

Low level programming tidak berarti kamu harus menulis semuanya dalam C atau Assembly.
Yang lebih penting adalah memahami bagaimana komputer dan sistem bekerja di bawah permukaan — seperti cara CPU mengeksekusi instruksi, bagaimana memori dialokasikan, atau bagaimana data mengalir melalui jaringan.

Dengan pemahaman ini, kamu tidak hanya “menulis kode”, tapi juga memahami alasan di balik perilaku sistem.
Misalnya:

  • Kenapa aplikasi kamu kadang lambat padahal kodenya sederhana?
  • Kenapa API yang kamu buat sering “timeout” di production?
  • Atau kenapa koneksi database tiba-tiba drop tanpa error jelas?

Semua itu sering kali bukan karena bug di kode — tapi karena kita tidak memahami mekanisme dasar sistem operasi dan jaringan.

2. Kasus Nyata: Ketika Developer Tak Memahami HTTP

Bayangkan kamu membuat API untuk aplikasi mobile.
Setiap kali pengguna membuka halaman baru, aplikasi melakukan HTTP request baru ke server.
Tapi ternyata, kamu tidak mengaktifkan fitur keep-alive di HTTP. Akibatnya, setiap request membuka koneksi TCP baru — yang artinya butuh handshake, waktu, dan resource lebih banyak.

Hasilnya?
Server jadi sibuk mengelola koneksi, bukan memproses data. Aplikasi terasa lambat, dan pengguna kecewa.

Masalah ini tidak akan terjadi jika kamu memahami cara kerja HTTP di level protokol — bagaimana header dikirim, bagaimana koneksi dipertahankan, dan bagaimana caching bisa menghemat bandwidth.

3. WebSocket dan Kesalahan yang Mahal

Kasus serupa juga sering terjadi di aplikasi real-time seperti chat atau notifikasi.
Banyak developer yang belum memahami WebSocket, dan malah menggunakan polling (request berulang setiap beberapa detik).

Akibatnya, server menerima ribuan permintaan tak perlu setiap menit — menghabiskan bandwidth, memperlambat kinerja, bahkan meningkatkan biaya server.

Padahal dengan WebSocket, koneksi hanya dibuat sekali, dan data bisa dikirim dua arah secara efisien.
Perbedaan konsep ini sederhana, tapi dampaknya besar — dan hanya bisa kamu pahami jika kamu mengerti lapisan jaringan di level bawah.

4. Menjadi Developer yang “System-Aware”

Seorang backend developer sejati bukan hanya menulis logika bisnis, tapi juga paham konteks sistem tempat kodenya dijalankan.
Mulai dari:

  • Cara kerja sistem operasi dan manajemen memori.
  • Bagaimana thread dan proses berinteraksi.
  • Dasar komunikasi jaringan seperti TCP/IP, DNS, dan load balancing.
  • Serta cara framework web bekerja di bawah permukaan.

Dengan bekal ini, kamu bisa:

  • Mendiagnosis masalah performa tanpa panik.
  • Mendesain arsitektur sistem yang efisien.
  • Beradaptasi dengan cepat saat berpindah teknologi atau framework baru.

5. Langkah untuk Mahasiswa Fasilkom

Kalau kamu masih kuliah dan ingin memperkuat pondasi low level, berikut langkah-langkah praktisnya:

  1. Pelajari dasar Sistem Operasi.
    Pahami konsep process, thread, scheduling, dan memory management.

  2. Eksperimen dengan bahasa C.
    C membantu memahami bagaimana program berinteraksi langsung dengan hardware.

  3. Pelajari Jaringan Komputer dari sisi praktis.
    Gunakan Wireshark untuk melihat paket HTTP, TCP, atau DNS yang sebenarnya lewat di jaringanmu.

  4. Bangun proyek kecil dari nol.
    Misalnya: buat HTTP server sederhana tanpa framework, atau implementasi mini WebSocket.

Dengan latihan ini, kamu akan mulai berpikir seperti seorang engineer, bukan hanya coder.

Kesimpulan

Memahami low level programming bukan berarti kamu harus meninggalkan bahasa tingkat tinggi.
Tapi dengan memahaminya, kamu akan:

  • Lebih efisien dalam menulis kode.
  • Lebih cepat dalam debugging dan optimasi.
  • Lebih siap saat harus merancang sistem berskala besar.

Jadi, mulai sekarang — jangan hanya fokus pada “framework-nya apa”, tapi juga “bagaimana sistem ini bekerja di bawahnya.”
Itulah langkah awal untuk menjadi backend developer dan arsitek perangkat lunak yang benar-benar tangguh.


Rasa Aman: Kunci Sejati Work-Life Balance


Rasa Aman: Kunci Sejati Work-Life Balance Menurut Simon Sinek

Banyak orang berbicara tentang work-life balance seolah itu sekadar soal waktu — bekerja delapan jam, beristirahat delapan jam, dan sisanya untuk hiburan. Namun, Simon Sinek, seorang pemikir kepemimpinan modern, mengajak kita melihat lebih dalam. Ia berkata:

“We will only have work-life balance when we feel safe at home and feel safe at work.”
— Simon Sinek

Kalimat sederhana ini membawa makna mendalam, terutama bagi kita — mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer — yang sedang mempersiapkan diri menjadi pemimpin masa depan di dunia teknologi dan organisasi digital.


1. Lebih dari Sekadar Jam Kerja dan Waktu Istirahat

Sinek ingin menegaskan bahwa keseimbangan hidup dan kerja tidak akan pernah tercapai hanya dengan mengatur waktu.
Yang sesungguhnya kita cari bukanlah time balance, tetapi emotional balance — keseimbangan rasa aman dan tenang di dua tempat utama dalam hidup: rumah dan tempat kerja.

Tanpa rasa aman, setiap jam istirahat terasa tidak benar-benar istirahat. Kita mungkin pulang ke rumah, tetapi pikiran tetap cemas tentang pekerjaan, atasan, atau rekan yang tidak bisa dipercaya. Begitu pula sebaliknya, kita mungkin hadir di kantor atau kampus, tetapi hati masih terbebani masalah dari rumah.


2. Merasa Aman di Tempat Kerja: “Circle of Safety”

Simon Sinek sering mengulang satu konsep penting: “Circle of Safety”.
Ini adalah lingkungan di mana setiap orang merasa dilindungi, dipercaya, dan tidak takut melakukan kesalahan selama mereka bertanggung jawab.

Pemimpin yang baik bukanlah yang menakutkan, tetapi yang menciptakan ruang aman untuk tumbuh dan berinovasi.
Bagi mahasiswa Fasilkom, hal ini relevan sejak sekarang — mulai dari kerja tim dalam proyek kuliah hingga dunia profesional nanti.

Cobalah bayangkan jika di setiap kelompok belajar, semua anggota merasa aman untuk berpendapat, mengakui kekurangan, dan saling membantu. Energi kreatif pasti akan tumbuh jauh lebih cepat daripada dalam kelompok yang dipenuhi rasa takut atau persaingan tidak sehat.


3. Merasa Aman di Rumah: Pondasi Ketahanan Diri

Rasa aman di rumah berarti memiliki tempat untuk memulihkan energi dan menjaga keseimbangan emosi.
Mahasiswa yang hidup di lingkungan penuh tekanan tanpa dukungan emosional cenderung mudah kelelahan mental, meskipun terlihat aktif secara akademik.

Keseimbangan sejati terjadi ketika rumah menjadi tempat “recharge”, bukan sumber tambahan stres. Maka, penting bagi setiap dari kita untuk menjaga komunikasi dengan keluarga, membangun lingkungan pertemanan yang sehat, dan menciptakan “rumah” bahkan di kos atau asrama — tempat yang menenangkan hati dan pikiran.


4. Pelajaran untuk Calon Pemimpin Digital

Sebagai calon pemimpin masa depan di bidang teknologi dan manajemen sistem informasi, kalian akan berhadapan dengan tekanan tinggi, tenggat waktu, dan tanggung jawab besar terhadap tim dan pengguna.

Namun ingatlah: kepemimpinan yang efektif selalu berawal dari empati dan rasa aman.
Pemimpin yang baik tidak hanya mengatur pekerjaan, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya. Ia memastikan timnya merasa terlindungi — bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikologis.

Ketika orang merasa aman, mereka akan bekerja dengan hati, bukan hanya dengan tangan.


Penutup: Keseimbangan Dimulai dari Rasa Aman

Work-life balance bukan tentang melarikan diri dari pekerjaan, tetapi tentang membangun dua lingkungan — rumah dan tempat kerja — yang sama-sama memberi ketenangan dan makna.
Jika kelak kamu menjadi pemimpin, pastikan orang-orang di sekitarmu bisa berkata, “Saya merasa aman bekerja bersamamu.”
Karena dari situlah keseimbangan sejati dimulai.


Refleksi:

Sebelum kamu berusaha menyeimbangkan hidup dan kerja, tanyakan dulu:
“Apakah aku sudah merasa aman — di rumah dan di tempat aku berkarya?”



Mahasiswa Hebat Selalu Tahu Alasan Mereka Kuliah


Mahasiswa Hebat Selalu Tahu Alasan Mereka Kuliah

Belajar Makna “Start With WHY” ala Simon Sinek

Pernah nggak kamu merasa bingung kenapa sih kamu kuliah di sini?
Apakah karena disuruh orang tua? Karena ikut teman? Atau cuma karena “ya biar punya gelar aja”?

Kalau iya, kamu nggak sendiri.
Banyak mahasiswa baru yang datang ke kampus dengan semangat tinggi, tapi belum benar-benar tahu “mengapa mereka kuliah.”
Dan di sinilah pelajaran penting dari Simon Sinek — seorang penulis dan pembicara terkenal — bisa membantu kita menemukan arah.

Mulailah dari “WHY”, Bukan “WHAT”

Sinek bilang, orang hebat dan pemimpin sejati selalu mulai dari “mengapa”, bukan “apa.”
Mereka berpikir dari dalam ke luar:
WHY → HOW → WHAT

Contohnya, dua orang sama-sama kuliah di Teknik Informatika.
Yang satu bilang, “Saya kuliah biar cepat kerja di perusahaan besar.”
Yang lain bilang, “Saya kuliah karena saya ingin menciptakan sistem yang bisa membantu orang tua saya berjualan online.”

Siapa yang lebih punya arah jelas?
Tentu yang kedua. Karena dia tahu tujuan di balik tindakannya.

Pelajaran: Sebelum kamu sibuk mengejar IPK, organisasi, atau lomba, temukan dulu Why-mu. Itu yang akan jadi bahan bakar saat semangatmu turun.

Tujuan yang Jelas Menumbuhkan Keyakinan

Orang-orang nggak akan percaya pada apa yang kamu kerjakan, tapi pada alasan kamu melakukannya.
Kalau kamu punya visi yang kuat — misalnya ingin jadi ahli keamanan siber untuk melindungi data masyarakat — teman, dosen, bahkan rekan kerja akan lebih mudah percaya dan mendukungmu.

Tanya dirimu:

“Apa alasan paling dalam saya memilih dunia teknologi ini?”

Menemukan jawabannya mungkin butuh waktu, tapi prosesnya sangat berharga.

Dari Nilai Menjadi Aksi

“Nilai” bukan cuma tulisan di dinding atau kata-kata indah di bio Instagram.
Nilai itu keputusan yang kamu buat setiap hari.
Jadi kalau kamu bilang menghargai integritas, maka jangan tergoda untuk mencontek.
Kalau kamu bilang menghargai kerja sama, maka jangan tinggalkan teman satu tim saat tugas besar.

Konsistensi itulah yang membangun kepercayaan.
Orang akan menilai bukan dari apa yang kamu katakan, tapi dari apa yang kamu lakukan berulang kali.

Kepemimpinan Itu Soal Inspirasi, Bukan Jabatan

Banyak orang berpikir “pemimpin” itu berarti punya jabatan: ketua kelas, ketua himpunan, atau ketua proyek.
Padahal menurut Simon Sinek, pemimpin sejati adalah orang yang mampu menginspirasi, bukan memerintah.

Ketika kamu bisa membuat teman-temanmu percaya pada visi yang sama, mereka akan bergerak bersama — tanpa kamu harus memaksa.

Jadi, mulai sekarang, pimpinlah dengan inspirasi, bukan instruksi.

Jangan Kejar Hasil Instan

Nilai bagus memang penting, tapi jangan sampai mengejar hasil cepat membuatmu kehilangan arah.
Pemimpin hebat tidak berpikir jangka pendek. Mereka berpikir tentang dampak jangka panjang.

Tanyakan ke diri sendiri:

“Apakah keputusan ini akan mendekatkan saya pada tujuan besar saya, atau hanya menyenangkan sesaat?”

Akhiri dengan “Why” yang Kuat

Pada akhirnya, Why adalah kompas hidupmu di kampus.
Ia yang akan menuntunmu ketika kamu lelah, bingung, atau bahkan gagal.
Kamu bisa ganti jurusan, ganti teman, atau ganti hobi — tapi selama kamu tahu Why-mu, kamu nggak akan kehilangan arah.

Kesimpulan

Mahasiswa hebat bukan yang paling pintar, tapi yang paling tahu kenapa dia belajar.
Jadi, sebelum kamu menulis target IPK atau mimpi kariermu, tulis dulu satu kalimat sederhana:

 “Saya kuliah di sini karena saya ingin …”

Dan dari sanalah perjalananmu yang sebenarnya dimulai.


Selamat Ulang Tahun Linux


Selamat Ulang Tahun Linux ke-34! 

Hari ini, 17 September 2025, dunia teknologi merayakan momen bersejarah: 34 tahun sejak Linus Torvalds merilis kode sumber Linux 0.01 ke publik pada 17 September 1991.

Meski awalnya hanya proyek “hobi” seorang mahasiswa Finlandia, Linux kini telah menjadi fondasi ekosistem digital global. Hampir semua aspek kehidupan modern disentuh oleh Linux:

  • Desktop & Laptop → Menjadi pilihan utama bagi para pengembang, peneliti, dan pecinta kebebasan software.
  • Ponsel Android → Sistem operasi mobile terpopuler di dunia berbasis kernel Linux.
  • Server & Cloud → Menggerakkan mayoritas server internet, layanan cloud, hingga pusat data raksasa.
  • Superkomputer → 100% dari 500 superkomputer tercepat di dunia menggunakan Linux.
  • IoT & Embedded Systems → Dari router, drone, hingga mobil pintar.

Jejak Pribadi: 27 Tahun Bersama Linux

Bagi saya pribadi, Linux bukan sekadar sistem operasi—tapi teman perjalanan. Sejak pertama kali menggunakannya di laptop pada tahun 1998, Linux telah menemani belajar, bekerja, hingga mengajar. Stabilitas, keamanan, dan semangat open source adalah alasan utama kenapa saya tetap setia.

Mengapa Linux Istimewa?

  1. Gratis & Terbuka → Semua orang bisa melihat, memodifikasi, dan membagikan kode sumbernya.
  2. Komunitas Global → Jutaan orang berkontribusi, dari developer profesional hingga pengguna biasa.
  3. Keamanan Tinggi → Arsitektur dan pengawasan komunitas membuat Linux lebih tangguh terhadap serangan.
  4. Fleksibilitas → Bisa dijalankan di perangkat sekecil Raspberry Pi hingga superkomputer NASA.

Dari Hobi ke Revolusi Teknologi

Linus Torvalds mungkin tak pernah menyangka bahwa email sederhana di newsgroup comp.os.minix pada 25 Agustus 1991 akan melahirkan revolusi teknologi terbesar di dunia. Hari ini, Linux bukan hanya sistem operasi, tetapi simbol kolaborasi, kebebasan, dan inovasi tanpa batas.

Selamat ulang tahun ke-34, Linux!
Terima kasih Linus, dan terima kasih komunitas Linux di seluruh dunia.
Mari terus merawat semangat open source demi masa depan teknologi yang lebih terbuka dan inklusif.

#Linux #OpenSource #HappyBirthdayLinux